Negara-negara di dunia berlomba memperkuat barisan maritimnya. Diyakini, maritim merupakan kekuatan utama suatu negara di abad ini. Selama berabad-abad, laut menjadi media transportasi perdagangan dunia.
Amerika Serikat (AS) yang dinilai sebagai “polisi dunia” dengan perangkat keamanan udara dan darat super canggih, ternyata tidak hanya puas dengan sebutan itu. Negeri adidaya ini juga membangun kekuatan maritimnya. Bahkan, ada slogan “kekuatan maritim melindungi cara hidup Amerika”.
Sebagaimana dipaparkan dalam makalah “A Cooperative Strategy for 21st Century Sea Power”, yang dipublikasi Oktober 2007 oleh United States Marine Corps, United States Coast Guard dan Department of Navy.
Dalam makalah itu disebutkan bahwa sebuah strategi dalam abad 21 adalah melalui kekuatan maritim. Asumsi itu muncul karena 90 persen perjalanan komersial dunia dilakukan melalui jalur laut, mayoritas penduduk di dunia tinggal dan hidup dalam beberapa ratus mil dari pesisir pantai, dan hampir tiga perempat bumi ditutupi air.
Maritim yang terdiri dari lautan,pelabuhan, muara, kepulauan, daerah pesisir pantai telah mendukung 90 persen perdagangan dunia. Pada makalah tersebut juga ditegaskan, “Maritim merupakan sistem denyut nadi global yang mengaitkan antara negara di dunia.
” Ekonomi dunia memang benar-benar saling terkait. Selama lebih dari empat dekade, jalur perdagangan melalui laut semakin marak. Lebih dari 90 persen perdagangan minyak juga dilakukan melalui jalur laut. Sehingga pembangunan sarana infrastruktur jalur laut yang memadai adalah kunci pertahanan dalam ekonomi global modern dengan simbol sistem distribusinya.
Strategi maritim yang diterapkan AS adalah melalui kekuatan militer maritimnya yang diperkuat di area ini. Kekuatan militer laut AS bertugas mengamankan negara dan masyarakatnya dari serangan langsung atas kepentingan di seluruh dunia.
Sebagai bentuk pengamanan dunia, kekuatan laut AS berambisi untuk mengembangkan sistem perdamaian dunia secara berkelanjutan atas berjalannya jejaring perdagangan, keuangan, informasi, hukum, masyarakat, dan negara. AS juga berintegrasi dengan aliansi kekuatan maritim melalui North Atlantic Treaty Organization atau Global Maritime Partnership Initiative yang mengirimkan pesan tentang kekuatan untuk menjaga keamanan dan ketertiban dunia.
Kekuatan maritim AS di antaranya diperkuat United States Coast Guard yang dibentuk sejak 4 Agustus 1790. Kesatuan ini memiliki jumlah personel sebanyak 42.000, dengan 252 kapal layar, 1.600 kapal, dan 194 pesawat. United States Coast Guard memiliki misi utama untuk menjaga keselamatan, keamanan, dan mengurus masalah maritim.
Sebagai salah satu yang terkuat, AS berambisi untuk membuat kekuatan maritimnya menjadi pemimpin di samudera di antara negara-negara di dunia. Selain AS, negara-negara lain di dunia juga berlomba-lomba memperkuat kekuatan maritimnya. Inggris misalnya memiliki slogan “Britain Rules the Waves” yang merupakan upaya kekuatan laut Inggris untuk menjawab tantangan dunia modern.
Inggris telah mengembangkan postur angkatan lautnya. Jepang membangun kekuatan maritimnya guna mengamankan garis jalur suplai minyak dari Timur Tengah ke Jepang selain memperkuat angkatan pertahanannya. Sementara China membangun strategi “Chain of Pearl” yang juga bertujuan mengamankan jalur suplai BBM dari Timur Tengah ke China.
Sedangkan India telah menerbitkan dokumen “Freedom to Use the Seas: Maritime Military Strategy” berisikan tentang aspirasi geopolitik India hingga strategi penempatan angkatan laut di masa damai maupun konflik serta strategi pembangunan kekuatan angkatan laut India. Pada zaman dahulu Indonesia sebenarnya memiliki kekuatan maritim yang tangguh. Yakni pada jaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang kekuasaannya berbasis pada kekuatan maritim. Sumpah Palapa yang dikumandangkan Gajah Mada diimplementasikan dengan memperkuat armada lautnya guna memperluas wilayah Kerajaan Majapahit hingga sejarah kemudian memperlihatkan betapa pelayaran bangsa Indonesia menjangkau ke penjuru dunia. Goresan tinta sejarah tersebut tercatat di Afrika selatan,Madagaskar, India, China, Palau, pulau–pulau di Pasifik Selatan, dan Australia Utara.
Era kolonial menyebabkan budaya maritim dikikis secara halus dan sistematik. Direktur The National Maritim Institute (Namarin) Jakarta Siswanto Rusdi memaparkan, selama ini terjadi dilema dalam pengamanan kelautan Indonesia.
Dari sisi UU, Indonesia sudah memiliki bekal (UU Pelayaran) sehingga memiliki penjaga laut dan pantai (coast guard). Tapi, implementasinya harus menunggu selama tiga tahun. Padahal, keberadaan coast guard di Tanah Air sangat penting untuk penegakan hukum di laut.
“Adalah sangat menarik mencermati keberadaan coast guard dalam UU pelayaran,” ujarnya. Dalam naskah awal Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelayaran, institusi coast guard dimasukkan dalam Pasal 127 sampai Pasal 129 dan kata coast guard sama sekali tidak disebut.
Sementara, dalam naskah RUU hasil revisi keberadaan coast guard tersebar mulai dari Pasal 276 hingga Pasal 281 dan kata coast guard secara eksplisit dicantumkan. Di samping itu, selain jumlah pasal yang mengatur eksistensi coast guard bertambah, naskah RUU Pelayaran hasil revisi juga memuat kewenangan yang lebih luas selain kewenangan memberhentikan, menaiki, memasuki, memeriksa surat-surat dan dokumen kapal, serta memerintahkan kapal yang disangka melanggar hukum menuju pelabuhan yang ditunjuk untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan. Kewenangan yang lebih luas itu mencakup, antara lain, coast guard menjadi tempat berkoordinasi semua institusi yang memiliki kewenangan menegakkan hukum di laut.
Pada konsepsi awalnya, coast guard adalah satu unit kerja di dalam Departemen Perhubungan,lebih tepatnya Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP). Ini berarti, dengan pengesahan UU Pelayaran ada kemungkinan unit ini akan ditingkatkan status kelembagaannya menjadi eselon satu (direktorat jenderal).
Padahal, mengacu pada praktik yang lazim di dunia pelayaran mondial, pengaturan coast guard di bawah departemen perhubungan/transportasi adalah hal yang wajar. Model ini diterapkan Pemerintah AS dan Jepang. Hanya, coast guard AS saat ini berada di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri (Homeland Security Department).
Sementara, coast guard Jepang (tetap) berada di bawah Ministry of Infrastructure Land and Transportation (MILT). “Mengingat tidak ada pengaturan yang jelas mengenai hal itu, ada baiknya pada waktu pembuatan peraturan pemerintah, untuk mengimplementasikan UU tersebut, hal ini diatur lebih jelas.Tapi, apapun kondisi yang ada, keberadaan coastguard memang sudah saatnya diperlukan dan selayaknya disambut positif,” ungkapnya.